
JAKARTA, KOMPAS.com - Di
tengah kekhusukan umat muslim menjalankan ibadah puasa, kenekatan
pelaku kejahatan di wilayah Jakarta Timur semakin tak terbendung. Tak
tanggung-tanggung, delapan tembakan dilepaskan dalam kurun dua pekan di
penghujung Juli dan awal Agustus 2012.
Sepekan kemudian, Sabtu (4/8/2012) pukul 20.000 WIB, Arif Murdianto menjadi korban penembakan oleh pelaku yang mengincar sepeda motor Yamaha Vixion miliknya. Peristiwa tersebut terjadi di depan toko cat Dainipon, Jalan Raya Pulogadung, Cakung, Jakarta Timur. Karena melawan, pelaku melontarkan timah panas dan melukai punggung korban sedalam 1 sentimeter. Pelaku gagal mendapatkan buruannya setelah dipergoki anggota TNI.
Ironisnya, hanya berselang dua jam kemudian, empat peluru kembali melesak ke udara. Satu peluru mengenai shelter busway Cawang Ciliwung di Jalan MT Haryono, Jaktim. Adapun tiga peluru bersarang di shelter busway Jalan Otista Raya, depan Polsek Jatinegara. Kejadian tersebut terjadi secara beriringan oleh pelaku yang masih misterius. Tak ada korban jiwa atas peristiwa mengejutkan itu.
Kejadian mencekam tak berhenti sampai di situ. Pada Minggu (5/8/2012) selepas petang, sekitar pukul 18.45 WIB, pelaku kejahatan kembali menjalankan aksinya di Jalan Olahraga 1, RT 10 / RW 05, Cililitan, Kramat Jati. Setelah gagal mengambil sepeda motor Yamaha Mio B 3206 TNW milik korban Suryadi (28), satu dari dua pelaku menghamburkan dua tembakan hingga melukai tiga orang.
Menanggapi berbagai peristiwa tersebut, Ganjar Laksamana, pakar pidana Universitas Indonesia (UI), mengungkapkan, dari sisi kriminologis, pada dasarnya seluruh tindak kejahatan bisa dideteksi. Penegak hukum harus bisa melihat situasi sosial yang tengah terjadi di masyarakat untuk selanjutnya mengambil kebijakan.
"Bukan cuma waktu, tapi juga di wilayah bisa dideteksi. Apalagi menjelang Lebaran, kebutuhan naik, harga juga naik, dua kali lebih kepepet," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (6/8/2012).
Ganjar mengatakan, rentetan aksi tersebut juga berkaitan erat dengan lemahnya pengawasan aparat terhadap peredaran senjata api di masyarakat. Ia yakin, polisi telah mengantongi peta peredaran senjata api di masyarakat, baik penjualan maupun aktivitas yang berkaitan dengan senjata api.
Mengapa peristiwa tersebut selalu terulang? "Kita mesti lihat senjata produksi atau rakitan. Mau dua-duanya bisa dideteksi karena peluru tidak bisa bikin sendiri. Dari mana pelaku dapat peluru bisa ditelusuri. Saya yakin polisi punya maping di mana pembuatannya, jualnya. Ini masalah kemauan," ujarnya.
Jika dibandingkan dengan wilayah lain di Jakarta, Jakarta Timur dianggap paling memenuhi syarat sebagai tempat aksi kejahatan terjadi. Di wilayah ini terdapat pemukiman padat, pemukiman yang tengah berkembang, area perindustrian, dan pusat jual beli.
Menurut Ganjar, satu-satunya langkah yang bisa mencegah aksi kejahatan adalah kewaspadaan warga dengan memperkuat sistem keamanan di masyarakat. "Menurut catatan saya, terutama di Duren Sawit, itu banyak sekali. Masyarakat harus waspada. Dalam konteks kota metropolitan yang warganya egois, enggak peduli tetangga, saya kira enggak ada jalan lain selain itu," katanya.
Ganjar menambahkan, dengan sinergisitas antara masyarakat dan kinerja positif aparat penegak hukum, angka kejahatan, terutama dengan menggunakan senjata api, dapat diredam. Dengan demikian, keamanan dapat tercipta di masyarakat, tak hanya di bulan puasa.
Source