JAKARTA, KOMPAS.com — Tersangka teroris, Cahya Fitrianta (26), divonis delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta dengan subsider 5 bulan penjara. Hukuman tersebut dijatuhkan atas tindakan Cahya meretas situs web untuk mendapatkan uang yang digunakan untuk mendanai kegiatan terorisme.
"Tersangka dijatuhi hukuman lebih rendah dibanding tuntutannya," kata jaksa penuntut umum (JPU), Suroyo, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (5/2/2013) siang.
Suroyo mengatakan, tuntutan jaksa sebelumnya adalah 12 tahun penjara dengan denda sebesar Rp 2 miliar dan subsider 6 bulan penjara. Atas vonis yang lebih ringan tersebut, jaksa akan mengajukan banding kepada majelis hakim yang diketuai Ernita Ginting.
Menurut Suroyo, terdakwa terbukti melakukan kejahatan dan melanggar Undang-Undang Informatika dan Transaksi Elektronik. Namun, dari putusan hakim ketua, kejahatan tersebut tidak dapat dibuktikan sehingga terdakwa tidak terjerat pasal tersebut. Dari aspek itulah, JPU akan mengajukan banding terhadap putusan hakim.
Sementara itu, Farid Ghozali selaku kuasa hukum terdakwa menyatakan kurang puas atas putusan hakim. Farid mengatakan, tuntutan jaksa mengenai tindakan terorisme yang dilakukan terdakwa tidak dapat dibuktikan.
"Pasal yang dijatuhkan hakim ada yang tidak memiliki bukti hukum yang kuat. Dia tidak melakukan pelatihan militer di Poso ataupun kegiatan terorisme lainnya," kata Farid.
Sebelumnya, Cahya dituntut oleh JPU dengan pasal berlapis. Pasal tersebut adalah Pasal 15 pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teroris, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Pasal 30 ayat (3) pada UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).